Memupuk Kebanggaan Budaya di Momen Lebaran

 

Assalamu’alaykum, Tetangganet! Bagaimana kabarnya hari ini? Libur lebaran telah usai. Saya yakin banyak dari Tetangganet yang sudah kembali aktif bekerja dan anak-anak pun sudah kembali aktif bersekolah. Namun, suasana Idul Fitri tak dapat dipungkiri masih terasa kental. Masih banyak orang-orang yang berpuasa Syawal, masih banyak kegiatan-kegiatan bertema halal bi halal, dan mungkin di rumah Tetangganet masih ada sisa-sisa kue Lebaran tersaji di ruang tamu ya.

Apalagi, tahun ini pemerintah mengizinkan rakyatnya untuk mudik ke daerah masing-masing. Dua tahun kerinduan pada handai taulan akhirnya terbayar sudah. Tradisi-tradisi lama kembali digelar.

Momen lebaran adalah momen yang istimewa, terutama untuk anak-anak. Tetangganet tentu masih ingat, ritual-ritual apa saja yang digelar saat lebaran ketika Tetangganet masih kecil. Mulai dari beberapa hari menjelang lebaran, menyiapkan makanan khas lebaran daerah masing-masing, parade takbiran, lalu halal bi halal.

Saya pribadi merasa libur Lebaran tahun ini sangat berkesan sekali. Kali ini kami dapat berkumpul dengan keluarga besar, saling mengunjungi, menikmati hidangan khas lebaran, mengajarkan kepada anak-anak dan para anggota baru keluarga tentang silsilah keluarga dari kakek nenek buyut hingga ke cucu cicit.

Di daerah kami khususnya, menjelang lebaran, ada kebiasaan untuk mengunjungi makam anggota keluarga yang sudah meninggal. Kemudian pada hari Idul Fitri, seluruh anggota keluarga besar akan berkumpul duduk melingkar sesuai dengan urutan silsilahnya, kemudian duduk bersimpuh memohon maaf. Kegiatan ini biasa disebut sungkeman. Jangan sampai salah menempatkan diri ketika acara sungkeman, karena urutannya berdasarkan silsilah, bukan usia. Bisa saja oom atau tante kita usianya lebih muda daripada kita, tetap saja mereka akan sungkem terlebih dahulu. Dulu saya hanya menganggapnya sebagai ritual yang seru. Namun sekarang, saya menyadari betapa ritual ini sangat bermakna bagi masyarakat kami. Bagaimana ritual ini mengajarkan untuk merendahkan ego, meminta maaf, dan memberikan maaf. Bagaimana ritual ini menjaga masyarakat tetap damai.

Salah satu tradisi ketika lebaran di tempat kami adalah membuat tape ketan. Prosesnya sudah dimulai beberapa hari sebelum hari Idul FItri agar dapat disantap bersama setelah sungkeman. Anak-anak pun dilibatkan dalam pembuatannya sesuai dengan tahap kemampuan mereka. Ada yang ikut memotong lidi untuk tusuk bungkusannya, ada yang mengelap daun pisang, ada yang ikut membungkus ketan yang sudah dicampur ragi dengan daun pisang, ada yang memotong ujung atas bungkusan daun pisang agar rapi, dan ada juga yang menyusun tiap bungkusan dengan rapi kedalam keranjang bambu, sebelum akhirnya ditutup berlapis-lapis kain dan disimpan. Ketika hari H kain-kain itu dibuka, tape ketan buatan sendiri tentu saja terasa lebih nikmat daripada membeli.

Yang tidak terlupa tentu saja membuat ketupat. Biasanya paman kami akan mencari daun kelapa atau biasanya disebut janur dari kebun untuk membuat kulit ketupat. Paman kamilah biasanya yang dengan sabar mengajari cara membuat kulit ketupat dengan berbagai macam model. Bangga rasanya kalau bisa membuat kulit ketupat sendiri. Kadang-kadang ada kulit yang terlihat lebih imut dari yang lain, akan kami tandai dan kami pesan ke nenek kami agar ketupat tersebut disisihkan khusus untuk kami. Momen-momen tersebut kami ingat setiap Idul Fitri menjelang hingga kami dewasa.

Momen Lebaran adalah momen untuk menularkan budaya kepada anak cucu. Dengan mengajak anak-anak berpartisipasi langsung dalam setiap prosesi, anak-anak menjadi pelaku budaya dan dapat meningkatkan rasa cinta kepada budayanya.

Di momen lebaran juga, para kakek yang pandai berkisah menceritakan kisah-kisah tradisional kepada cucu cicitnya. “ Di sini dulu, ada seorang ratu yang berkuasa …” Begitulah dulu kakek kami bercerita. Kisah-kisah yang takkan pernah diketemukan dalam buku-buku teks sekolah manapun. Kisah-kisah yang penuh nilai kebajikan dan kearifan lokal. Yang menjaga nilai-nilai dalam masyarakat tetap luhur seperti dulu.

Momen lebaran hanyalah salah satu dari budaya nusantara. Tentu saja ada banyak momen-momen lain yang istimewa, yang dapat mengingatkan kembali kepada akar budaya kita. Marilah kita bersyukur Allah telah tempatkan kita di dalam masyarakat yang berbudaya.

Apa saja budaya lebaran di daerah Tetangganet? Adakah momen-momen lebaran di masa kecil yang Tetangganet masih ingat hingga kini? Mari berbagi di kolom komentar ya. Wassalamu’alaykum..

Credits: Gambar ketupat oleh Mufid Majnun di unsplash.com

0 Komentar